Pemetaan Deformasi Permukaan Pasca Gempabumi Menggunakan Teknik D-InSAR
Note: Tulisan ini hanya memberikan penejelasan dasar dan umum tentang metode D-InSAR dalam bidang geofisika yaitu tepatnya untuk mengidentifikasi deformasi permukaan akibat gempabumi, sehingga terdapat penjelasan dasar mengenai DInSAR dan deformasi permukaan.
Salah satu ancaman dari kejadian gempabumi yaitu deformasi permukaan sebab kemunculan deformasi dapat menyebabkan kerusakan terhadap apa yang ada di permukaan. Deformasi permukaan (surface deformation) merupakan perubahan bentuk pada permukaan bumi berupa pengangkatan maupun penurunan tanah.
Deformasi permukaan dikelompokkan menjadi dua yaitu deformasi tanpa mengakibatkan kerusakan dan deformasi yang mengakibatkan kerusakan material (Hendrajaya, 1983). Deformasi tanpa menyebabkan kerusakan terjadi pada daerah di bawah kekuatan dari permukaan dan deformasi yang menyebabkan kerusakan terjadi karena kekuatan maksimum dari pada kekuatan di permukaan.
Deformasi berkaitan dengan aktivitas tektonik yang menjadi penyebab munculnya bentuklahan dengan elemen-elemennya seperti sesar, lipatan dan lainnya sehingga deformasi dikatakan sebagai zona karena posisi suatu material mengalami perpindahan atau perubahan (displacement) akibat zona sesar yang terbentuk. Sebaran deformasi pada suatu area mengiktui zona pada permukaan yang dilewati oleh zona sesar akibat aktivitas tektonik atau gempabumi. Deformasi yang terjadi akibat adanya gempabumi akan mengubah bentuk dari permukaan (perubahan topografi) di sepanjang zona sesar yang ditimbulkan.
Deformasi merupakan sebuah sebuah akibat dari interaksi stress dan strain. Stress dan strain menjadi faktor utama yang memunculkan indikasi awal terhadap terjadinya peristiwa deformasi seperti sesar ataupun lipatan. Ketika objek mengalami stress, maka akan mengalami perubahan pada material penyusunnya yang berakibat pada perubahan bentuk dan volumenya atau disebut dengan strain.
Deformasi terjadi dalam skala waktu menit ataupun detik. Hal ini berbeda dalam melakukan pengukurannya yang dapat dilakukan dalam jangka waktu hari, bulan dan tahun setelah kejadian. Permasalahan dalam identifikasi deformasi permukaan yaitu kondisi permukaan yang terdeformasi dapat mengalami perubahan akibat aktivitas manusia. Ketika identifikasi dilaksanakan pada waktu yang jauh dari kejadian gempabumi maka diperlukan sumber data yang merekam permukaan bumi secara temporal sehingga penelitian dengan penginderaan jauh sangat sesuai karena dapat menghasilkan citra temporal. Citra sentinel-1A akan digunakan pada penelitian ini dengan mempertimbangkan tutupan wilayah yang luas serta frekuensi temporal dan resolusi spasial yang tinggi.
Terdapat metode pengamatan deformasi permukaan yang menggunakan instrument pengukuran yang diletakkan pada wahana satelit yaitu Synthetic Aperture Radar (SAR). SAR merupakan bagian dari penginderaan jauh aktif atau RADAR (Radio Detection And Ranging) yang menyinari permukaan bumi dengan gelombang elektromagnetik dan menerima kembali sebagian pantulan berbagai objek (backscattering). Informasi yang dihasilkan sistem SAR berupa fase dan amplitudo dengan cara menggabungkan teknik pengolahan sinyal dan informasi orbital satelit untuk menghasilkan citra resolusi tinggi (Bürgmann et al 2000), yang dinamakan Interferometric Synthetic Aperture Radar (InSAR).
InSAR dimanfaatkan untuk menganalisis perbedaan fase antara dua perekaman dengan waktu yang berbeda untuk menghasilkan interferogram. Zhou et al (2009) membagi aplikasi InSAR menjadi enam yang salah satunya untuk kajian seismologi yaitu monitoring geofisika terhadap aktivitas sesar setelah gempabumi karena kemampuannya dalam mengukur perubahan permukaan akibat deformasi dalam skala sentimeter melalui hasil pembentukan interferogram.
Ketika fokus pada estimasi deformasi, teknik yang digunakan yaitu Differential Interferometric SAR (DInSAR) dengan bukti keberhasilan yang telah dilakukan oleh Massonnet et al pada tahun 1995 mengenai pemetaan deformasi akibat gempabumi Landers tahun 1992 dengan mendapatkan hasil displacement sampai 55 mm. DInSAR merupakan produk yang dikembangkan dari metode sebelumnya yaitu InSAR bersama dengan produk lainnya seperti PSI dan SBAS. Teknik DInSAR sangat sesuai untuk digunakan dalam mengidentifikasi deformasi permukaan akibat gempabumi sebab perubahannya yang tidak selalu terjadi sehingga tidak terlalu membuat citra radar mengalami incoherent satu sama lain.
Sebuah informasi dari deformasi akibat patahan di bawah permukaan dapat diperoleh melalui kelebihan yang dimiliki teknik DInSAR yaitu kemampuan pengukuran dengan akurasi yang tinggi (Solaro et al, 2016). DInSARdapat menghitung perubahan pada permukaan di sepanjang area penyinaran sinyal radar (beam) sesuai arah terbang wahana pembawa sensor yang disebut dengan LOS displacement (Line of Sight). Penggunaan teknik ini fokus pada penggunaan citra sebelum dan sesudah gempabumi agar dapat mengetahui sesuatu yang terjadi selama gempabumi melalui interferogram.
Hal utama dalam teknik DInSAR yaitu penghilangan efek topografi permukaan karena sifat dari fase interferometrik yang sangat sensitif terhadap topografi dan perubahan coherence. Penghilangan efek topografi dapat menggunakan citra hasil teknik InSAR atau dari Shuttle Radar Topographic Mission (SRTM). “Lokasi penelitian yang didominasi oleh topografi landai dapat menjadi keunggulan karena nilai yang dihasilkan dari perhitungan teknik DInSAR tidak terlalu dipengaruhi oleh efek topografi wilayah tersebut”.
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk aplikasi deformasi menggunakan DInSAR yaitu:
Miyagi et al tahun 2009 meneliti deformasi terkait gempabumi 8,1 Mw di kepulauan Solomon pada 1 April 2007 menggunakan citra ALOS/PALSAR,
Samsonov et al tahun 2011 meneliti deformasi di Zona Vulkanik Taupo (TVZ), New Zealand menggunakan Alos Palsar
Qu et al tahun 2016 menggunakan citra Sentinel-1A untuk mengestimasi deformasi co-seismic pasca gempabumi 6,3Mw di Taiwan tahun 2016 dengan menghasilkan maksimum LOS displacement 12 cm untuk pengangkatan dan penurunan 8 cm.
Berikut merupakan salah satu penelitian yang menjadi inisiasi atau awal berkembang pesatnya penelitian dan pemetaan deformasi permukaan menggunakan citra radar, yang dilakukan oleh Massonet, dkk:
Referensi:
Bürgmann, R., Rosen, P.A., & Fielding, E.J. (2000). Synthetic Aperture Radar Interferometry to Measure Earth’s Surface Topography and Its Deformation. Annual Review of Earth and Planetary Sciences, Vol. 28, No. 1 (pp. 170). doi: 10.1146/annurev.earth.28.1.169
Massonnet, D., & Feigl, K.L. (1998). Radar Interferometry and Its Application to Changes in the Earth’s Surface. Reviews of Geophysics, Vol. 36, No. 4 (pp. 441). American Geophysical Union. doi: 10.1029/97rg03139
Natawidjaja, D. (2018). Updating active fault maps and sliprates along the Sumatran Fault Zone, Indonesia. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, Vol. 118, 012001 (pp. 2). doi: 10.1088/1755-1315/118/1/012001
Solaro, G., Novelis, V.D., Castaldo, R., Luca, C.D., Lanari, R., Manunta, M., & Casu, F. (2016). Coseismic Fault Model of Mw 8.3 2015 Illapel Earthquake (Chile) Retrieved from Multi-Orbit Sentinel1-A DInSAR Measurements. Remote Sensing, Vol. 8, No. 4, 323 (pp. 3). doi: 10.3390/rs8040323