Penantian yang Mengharukan
Saat kami selesai memberikan bantuan ke desa Bukit Pepanyi, saat jalan pulang, kami singgah sebentar ke desa Blang Mancung. Pemandangan menyeramkan sudah tampak saat baru memasuki daerah tersebut. Di seberang desa, kami melihat sebuah amblesan tanah yang menampakkan lapisan sedimen yang begitu besar. Ya, sebelumnya disitu adalah lokasi pemukiman desa Blang Mancung yang sekarang seluruh desa tersebut telah amblas ke dasar jurang . Dari semua lokasi kejadian yang kami lihat, memang disinilah yang paling parah.
Di desa lain mungkin paling banyak ada 20 rumah yang hancur, tapi di sini seluruh rumah ambles ke bawah. Kami yang melihat dari jauh saja sudah sangat terdiam. Masing-masing dari kami pun hanya melihat ke satu arah saja yaitu ke desa tersebut. Kami mau melihat lebih dekat lagi untuk mengetahui tentang detail-detail dampak kejadian ini. Namun kami tidak bisa kesana dikarenakan jalan yang sudah terputus dan hanya bisa dilewati oleh sepeda motor.
Di sebelah kiri kami, ada sebuah pohon rindang yang di dekatnya ada terletak sepeda motor yang tidak tahu dimana pemiliknya. Aku pun berbicara dalam hati, siapa yang meletakkan sepeda motor ini tanpa dijaga. Ternyata ada sebuah keluarga di bawah pohon tersebut. Mereka sedang berteduh di situ. Mereka terdiri dari pasangan suami istri ditambah dua anak mereka. Kami pun tersenyum kepada mereka.
Karena ingin tahu cerita, bang Rahmad pun mendatangi mereka dan mengajak mereka bercerita dalam bahasa gayo. Setelah lama berkomunikasi, bang Rahmad menceritakan kembali semuanya kepada kami.
Di amblesan tanah itu, ternyata masih ada tiga nyawa yang belum ditemukan. Dan semua itu adalah keluarga mereka. Dua anak mereka dan satu lagi abang dari ibu tersebut. Sejak hari kedua terjadinya gempa, mereka selalu pergi ke tempat ini menunggu perkembangan dari anggota BPBD. Mereka makan siang disitu, tidur siang disitu, hanya untuk menunggu kabar dari anggota BPBD yang juga belum menemukan ketiga keluarga mereka. Jam enam menjelang magrib mereka pulang ke rumah saudara mereka yang lain yang ada di Bener Meriah, lalu jam delapan pagi mereka kembali lagi ke tempat ini melakukan hal yang sama.
Saat kami hendak kembali ke basecamp, kami memberikan sedikit bantuan kepada keluarga tersebut berupa uang sebesar Rp. 200.000 dan ditambah satu paket biskuit yang memang kami bawa untuk diberikan kepada para korban gempa.
Kami pun berpamitan dengan mereka dan segera kembali ke basecamp.