Kenapa LiDAR yang Terbaik untuk Kajian HCV/HCS Tutupan Hutan?
Pendekatan HCV (High Conservation Value) maupun HCS (High Carbon Stock) masing-masing berada pada tahap Preliminary Identification atau sebagai identifikasi awal dalam tahapan kajian HCV dan HCS. Untuk yang belum mengenal HCV/HCS dapat dibaca terlebuh dahulu mengenai keduanya. HCV sendiri terdiri dari tahapan seperti identifikasi lapangan, konsultasi dengan stakeholder, dan keputusan akhir HCV serta rekomendasi untuk perusahaan yang terlibat. Pendekatan HCS sendiri merupakan sebuah metode untuk mengidentifikasi kawasan dengan Stok Karbon Tinggi yang juga merupakan strategi untuk memisahkan kawasan HCS (hutan alami) dengan kawasan non-HCS (lahan yang telah terdegradasi) (Proforest, 2014). Stok Karbon pada pohon dihitung dari elemen daun, batang, hingga akar. Pendekatan HCS memiliki range batasan (threshold) untuk membedakan status vegetasi yaitu High Density Forest, Medium Density Forest, Low Density Forest, Young Regenerating Forest, Scrub, dan Cleared/Open Land.
Identifikasi awal dari pendekatan HCV dan HCS tersebut dilakukan berdasarkan hasil dari citra satelit dan foto udara. Tentunya terdapat perbedaan hasil antara citra satelit dengan foto udara dari segi kemampuannya terhadap aplikasi kehutanan. Di saat hasil foto udara yang mampu menghasilkan resolusi tinggi pada objek-objek pohon sampai 3 cm namun hasil tersebut tidak dapat mengetahui dengan pasti volume satu tegakan pohon karena hanya menangkap bagian kanopi pohon.
Gambar di atas memperlihatkan dengan sangat jelas sampai ke tegakan pohon secara individu. Sebenarnya terdapat beberapa teknik dan metode untuk memprediksi kandungan stok karbon dari sebuah pohon namun melalui tahap panjang dan dengan hasil yang kurang akurat ditambah lagi harus memerlukan data sampel lapangan yang banyak untuk tiap jenis pohon di beberapa lokasi. Hal inilah yang dapat diatasi melalui perhitungan HCS dengan LiDAR.
Pendekatan yang dilakukan seorang assessor HCV/HCS terhadap suatu kawasan hutan selaras dengan kemampuan LiDAR dalam konteks pengukuran kawasan hutan seperti pada jurnal Evans et al, 2004 yang meliputi: 1)penilaian pohon secara individu, 2)operasional pengujian inventarisasi hutan, 3)analisis struktur hutan, dan 4)jenis hutan.
Penjelasan lebih detail mengenai LiDAR, dapat dilihat pada postingan sebelumnya.
Informasi yang dapat diperoleh dari LiDAR untuk perhitungan hutan yaitu kerapatan tegakan dan tutupan kanopi pohon yang berhubungan dengan kerapatan yang berguna untuk mengestimasi sampai dengan volume kayu. Hal ini dapat dilakukan karena LiDAR dapat menembus dedaunan dengan sinar yang dipancarkan menuju ke permukaan dan memantulkan kembali sinar balik dengan melewati dedaunan kembali sebelum kembali ke sensor penerima, sehingga sangat mudah untuk mengetahui tinggi batang pohon (Evans et al, 2004).
Dari gambar di atas, dapat dipahami dengan mudah bahwa sangat memungkinkan bahwa LiDAR sangat sesuai dengan aplikasi kehutanan terutama untuk kajian HCV/HCS yang membutuhkan informasi akurat dari keseluruhan spesies yang ada di suatu kawasan hutan . Berikut contoh hasil pengolahan data LiDAR di kawasan hutan.
Pada gambar di atas, baik yang tampak dari atas maupun dari permukaan, terdapat variasi warna dari merah sampai biru yang menandakan tingkat ketinggian yang diperoleh dari point cloud sensor LiDAR. Ketika sinar datang pertama kali mengenai tajuk pohon, maka itu menjadi sinar pantulan terakhir yang diterima sensor sehingga dapat menggambarkan secara detail bagian-bagian pohon.
Oleh karena itu, penggunaan LiDAR dalam kegiatan kajian hutan seperti HCV/HCS merupakan cara yang efektif untuk menghasilkan informasi spasial yang detail karena kebutuhan informasi HCS harus diperoleh harus diperoleh secara akurat pada tingkat above-ground carbon yaitu dari permukaan sampai tutupan kanopi hutan. Pemanfaatan hasil LiDAR berupa tinggi pohon, diameter tajuk pohon (crown diameter) tetap akan dihubungkan dengan data lapangan berupa biomassa untuk diperoleh hasil estimasi dengan tingkat akurasi yang tinggi, yang mana kegiatan ini sangat dibutuhkan untuk tindakan terhadap pengelolaan suatu kawasan seperti perlindungan satwa liar di luar kawasan konservasi, perubahan suatu kawasan menjadi zona KEE, kegiatan PHPL, dan sebagainya.
Sekian…..
Referensi:
Evans, D.L., Roberts, S.D., & Parker, R.C. (2006). LiDAR – A New tool for forest measurements. The Forestry Chronicle, Vol. 82, No. 2 (pp. 211-218).
Proforest. (2014). A technical comparison of the HCV and HCS approaches.
The High Carbon Stock Science Study. (2015). High Carbon Stock +. Independent Report from the Technical Committee.
Featured image by
https://www.ugent.be/bw/environment/en/research/cavelab/research/3dforest.htm