Integrasi Citra Penginderaan Jauh dan SIG terhadap Kualitas Lingkungan
Kualitas lingkungan sangat penting dalam perencanaan dan pengembangan perkotaan khususnya di wilayah kajian Kota. Lingkungan perkotaan adalah bagian dari sistem lingkungan yang terdiri dari konstruksi bangunan (permukiman, industri, fasilitas komersial, infrastruktur kota, dan transportasi) serta elemen alami dari suatu wilayah. Kualitas lingkungan perkotaan dapat dipantau sebagai korespondensi dari ketercukupinya persyaratan modernisasi lingkungan perkotaan, yaitu kenyamanan dan keamanan, di mana manusia dapat terpuaskan kebutuhannya untuk tempat tinggal, kesehatan, pendidikan, ruang gerak, serta lingkungan fisik, sosial, dan budaya (Ovsiannikova and Nikolaenko, 2015).
Penentukan kualitas lingkungan dapat diketahui dengan memanfaatkan citra penginderaan jauh serta data pendukung dari survey lapangan pada tiap parameter yang ada, berupa variabel fisik yaitu informasi:
- Penggunaan Lahan (Land Use)
- Suhu
- Kerapatan Vegetasi
- Kepadatan Bangunan
- Julah Penduduk
Informasi variabel fisik di atas dapat diperoleh dari hasil transformasi citra satelit Landsat 8 OLI/TIRS melalui beberapa ekstraksi di antaranya dengan memanfaatkan klasifikasi terbimbing (supervised) yang kemudian di lakukan uji akurasi lapangan tiap parameter di tahun yang akan dikaji.
Berikutnya, terdapat satu variabel lagi yaitu variabel sosial berupa emisi Gas Rumah Kaca yang diperoleh dari pengambilan data langsung di lapangan.
Hubungan antara Variabel Fisik dan Variabel Sosial terhadap Kualitas Lingkungan
Lalu, bagaimana caranya mengintegrasikan data variabel tersebut sehingga dapat menghasilkan informasi yang dapat digunakan untuk menilai kualitas lingkungan, sehingga dapat digunakan sebagai bahan evaluasi untuk meningkatkan dan menjaga kualitas lingkungan di suatu kota? Berikut masing-masing hubungan antara tiap variabel tersebut dengan kualitas lingkungan yang melibatkan citra penginderaan jauh serta sistem informasi geografis.
- Penggunaan Lahan dan Kualitas Lingkungan
Penggunaan lahan secara langsung berkaitan dengan kegiatan manusia, sehingga diperlukan klasifikasi Penggunaan Lahan (PL) yang bertujuan untuk mengelompokkan berbagai jenis PL ke dalam satu kesamaan sesuai dengan sistem tertentu yaitu dengan memanfaatkan interpretasi citra. Klasifikasi terbimbing (supervised) dilakukan dengan cara pengambilan beberapa sampel piksel dari pengolahan citra untuk mendapatkan karakteristik piksel terhadap masing-masing objek/kelas. Hasil pengolahan citra satelit dengan metode seperti maximum likelihood dapatmenghasilkan berbagai peta penggunaan lahan yang terbagi menjadi beberapa kelas seperti : Tubuh air (laut, sungai), permukiman, hutan, sawah, lahan terbuka, kebun campuran dan awan (tidak terklasifikasi) dan lainnya, dengan menyesuaikan keadaan di lapangan serta kebutuhan studi.
Peningkatan kebutuhan manusia akan aktivitas berdampak pada alih fungsi lahan. Kondisi ini membuat perubahan fungsi lahan menjadi kawasan terbangun yang memberi dampak pada kualitas lingkungan. Kawasan terbangun pada wilayah perkotaan membentuk kawasan permukiman yang padat sehingga membuat sedikitnya area untuk ruang terbuka hijau. Kualitas lingkungan di penggunaan lahan permukiman dan area sekitar permukiman yang dimanfaatkan manusia dapat bersifat kritis hingga sedang. Sedangkan area di luar permukiman seperti hutan, sawah dan kebun campuran masuk dalam kualitas lingkungan sedang hingga sangat baik.
2. Suhu dan Kualitas Lingkungan
Suhu permukaan di wilayah perkotaan dapat diidentifikasikan dari citra satelit seperti Landsat 8 OLI yang diekstraksi dari band thermal dengan menggunakan metode perhitungan Land Surfece Temperature (LST) dengan persamaan berikut yang dapat menghasilkan nilai akhir berupa suhu permukaan.
Hasil akhir dari pengolahan citra dengan variabel suhu tersebut dapat berupa peta distribusi suhu permukaan Kota pada tahun yang ingin dikaji. Umumnya, suhu permukaan tertinggi berada di penggunaan lahan permukiman yang padat akan bangunan dan penduduk. Hasil seperti ini menunjukan bahwa peningkatan luas lahan terbangun akan diikuti oleh peningkatan suhu permukaan. Hal ini berdampak pada kualitas lingkungan perkotaan. Suhu permukaan lahan 0 – 27o celsius termasuk dalam kualitas lingkungan baik hingga sangat baik serta katagori suhu permukaan rendah karena berada di penggunaan lahan hijau dengan kerapatan vegetasi yang masih tinggi. Suhu 27 – >29o celsius masuk dalam kualitas ligkungan sedang hingga kritis karena memiliki suhu permukaan yang tinggi.
3. Kerapatan Vegetasi dan Kualitas Lingkungan
Identifikasi tingkat kehijauan atau nilai indeks vegetasi dilakukan dengan menggunakan algoritma Normalized Difference Vegetation Index (NDVI). Pengukuran nilai adalah berdasarkan pantulan terukur dari band merah dan band infra-merah. Hasil penisbahan antara band merah dan infa-merah menghasilkan perbedaan yang maksimum antara vegetasi dan tanah. Nilai-nilai asli yang dihasilkan NDVI selalu berkisar antara -1 hingga +1 (Danoedoro, 2012).
Nilai indeks vegetasi akan menghasilkan kerapatan vegetasi dari citra Landsat 8 dengan menggunakan band 4 dan band 5. Pengaruh indeks vegetasi terhadap kualitas lingkungan dapat dilihat dari tingkat kerapatan vegetasi. Semakin tinggi kerapatan vegetasi maka suhu akan semakin rendah. Kita dapat membuat range nilai indeks menyesuaikan kondisi dan kenampakan yang ada di wilayah kajian. Misalnya, vegetasi kerapatan rendah pada rentang 0 – 0.4 meliputi penggunaan lahan permukiman, jalan, dan lahan kosong serta termasuk dalam kualitas lingkungan kritis hingga sedang. Kerapatan sedang dari 0.4 – 0.6 berupa area permukiman, sawah dan kebun campuran masuk dalam kualitas lingkungan sedang hingga baik. Kerapatan rapat/tinggi dengan nilai 0.6 – >0.7 berupa hutan dan sawah dengan kualitas lingkungan yang baik hingga sangat baik.
4. Kepadatan Bangunan dan Kualitas Lingkungan
Kepadatan banguan pada citra Landsat 8 OLI dapat diinterpretasi berdasarkan rona warna dari atap bangunan. Rona gelap kecokelatan pada umumnya berupa atap bangunan jenis genteng, namun tidak jarang pula memiliki rona cerah keputihan karena bahan atap asbes/seng. Ukuran kerapatan bangunan dapat diperoleh dari hasil perbandingan antara luas atap bangunan dengan luas blok bangunan.
5. Jumlah Penduduk dan Kualitas Lingkungan
Jumlah penduduk yang banyak akan berdampak pada tingkat pertumbuhan penduduk tinggi. Hal ini dapat mempengaruhi perkembangan wilayah perkotaan, sehingga berdampak pada meningkatnya pemenuhan kebutuhan. Kebutuhan tersebut berupa kebutuhan akan lahan, seiring waktu dengan jumlah penduduk yang semakin banyak dan kebutuhan lahan yang semakin meningkat, sehingga berakibat banyak terjadi alih fungsi lahan.
Jumlah penduduk berdampak pada kepadatan penduduk. Kepadatan penduduk yang tinggi diiringi dengan kualitas lingkungan yang menurun. Kepadatan penduduk padat hingga sangat padat berada di kawasan permukiman dan termasuk pada kualitas lingkungan kritis hingga sedang. Kepadatan penduduk sangat sedikit, sedikit dan sedang berada di kawasan hijau dengan penggunaan lahan hutan, sawah, lahan terbuka, kebun campuran dan tubuh air dengan kualitas lingkungan sedang, baik hingga sangat baik.
6. Emisi Gas Rumah Kaca dan Kualitas Lingkungan
Pengumpulan data yang harus dilakukan langsung di lapangan / survey dalam hal ini terdiri dari kegiatan transportasi. Besaran emisi dihasilkan dari jenis kendaraan yang lewat berdasarkan jenis jalan dengan rentang waktu sedang, sedang dan jarang. Jenis kendaraan akan membedakan hasil pembakaran bahan bakar sumber bergerak.
Hasil perhitungan rata-rata volume kendaraan yang melintas di 4 jenis jalan; Arteri, Kolektor, Lokal, dan Lingkungan, menunjukkan perbedaan jumlah nilai. Hal ini dikarenakan persimpangan dan kelas jalan pada setiap segmen yang memungkinkan terjadinya perbedaan dalam jumlah lalu lintas harian rata-rata, sehingga emisi CO2 yang dihasilkan akan berada pada rentang emisi gas rumah kaca yang berbeda.
Hubungan emisi gas rumah kaca terhadap kualitas lingkungan dapat dilihat dari klasifikasi nilai GRK. Nilai GRK sangat tinggi dan tinggi masuk dalam kualitas lingkungan kritis, sedang dan baik. Nilai GRK sedang didominasi oleh kualitas lingkungan baik dan sangat baik dan beberapa dengan kualitas kritis dan sedang. Nilai GRK rendah dan sangat rendah masuk dalam kualitas lingkungan baik dan sangat baik di penggunaan lahan hijau (hutan, sawah, lahan terbuka) dan kualitas lingkungan kritis dan sedang di penggunaan lahan permukiman.
Hasil akhir berupa peta kualitas lingkungan yang didapat dari analisis faktor dan analisis overlay dari seluruh parameter yang dikaji.
Referensi:
Danoedoro, Projo. 2012. Pengantar Penginderaan Jauh Digital. C.V ANDI: Yogyakarta.
Ovsiannikova, T Y and Nikolaenko M N. 2015. Quality Assesment of Urban Environment. IOP Conf. Series: Material Science and Engineering 71 (2015) 012051. Russia.
Featured image: https://www.fiverr.com/ahmad7210/do-environment-and-gis-content-related-super-fast