“Local and Basic Knowledge” dalam Interpretasi Citra
Dalam Interpretasi Citra berbasis satelit Penginderaan Jauh, Local dan Basic Knowledge menjadi sebuah tuntutan yang harus dimiliki seorang interpreter untuk mendapatkan hasil yang bagus.
Basic Knowledge dalam hal ini yaitu pengetahuan dasar terhadap kenampakan objek di permukaan bumi dari satelit/vertikal. Kita harus mengetahui bagaimana objek-objek yang ada di permukaan bumi terlihat dari citra satelit. Sebab kenampakan di lapangan langsung dengan citra satelit sangat berbeda jauh. Hal ini paling dipengaruhi oleh Resolusi Citra yang kita gunakan. Semakin tinggi resolusi spasial suatu citra maka dalam pengenalan objeknya akan lebih mudah apalagi objek yang hampir memiliki kesamaan bentuk, warna, dan sebagainya.
Misalnya, untuk citra dengan resolusi rendah, kita harus dapat mengetahui mana yang dikatakan jalan dengan alur sungai yang kering, lalu di daerah aliran sungai yang ada di hutan, kita harus dapat membedakan mana pasir dengan kerikil, kemudian untuk perumahan, kita harus tahu mana rumah yang atapnya terbuat dari seng dan genteng, lalu membdekana antara hutan primer dan sekunder, kemudian bukaan hutan yang disebabkan oleh bencana atau ulah manusia, dan seterusnya.
Garis yang berwarna biru merupakan sungai dan warna pink merupakan kumpulan pasir yang menumpuk menjadi delta, yang proses terjadinya mungkin disebabkan air sungai yang meluap sehingga pasir tersedimenkan sampai ke permukaan sungai. Lalu ada garis kecil putih yang menyambung ke sungai. Itu dapat dikatakan berupa jalan setapak ataupun alur sungai yang kering. Itu merupakan jalan. Dapat kita kenali dari bentuk jalurnya kemudian dapat didukung dengan resolusi temporal dengan menggunakan citra dengan perekaman yang banyak sebelum citra ini direkam. Sehingga kita dapat menjumpai perbedaan yang terjadi dari waktu ke waktu. Sungai akan lama terbentuk, berbeda dengan jalan yang dapat terbentuk dalam waktu yang cepat.
Pada gambar di atas, yang ada di tengah-tengah yaitu sungai besar yang menjadi batas antara hutan primer dengan hutan sekunder. Hutan di sebelah kanan merupakan hutan primer yang dapat dilihat dari kekasaran permukaannya yang menandakan daerah tersebut masih memiliki pepohonan yang tinggi dan banyak, berbeda dengan hutan di sebelah kiri yang lebih halus karena tidak ada tutupan pohon tinggi atau dapat dikatakan daerah itu hanya ditutupi oleh rerumputan.
Untuk warna yang ada pada masing-masing objek, itu tergantung dalam pemilihan band dari citra yang digunakan, namun dengan mengunakan komposit band apapun, semua objek akan berbeda warna, rona, dan unsur lainnya.
Yang dimaksud Local Knowledge dalam hal ini yaitu pengetahuan dasar mengenai karakteristik lokal yang dimiliki suatu daerah. Jika Basic knowledge tadi dapat dimiliki ketika sang interpreter sudah memiliki jam terbang dalam menginterpretasi suatu objek, berbeda dengan local knowledge yang dapat diperoleh ketika sudah banyak mengidentifikasi objek di berbagai wilayah.
Pengertian mudahnya, untuk kenampakan secara horizontal dari permukaan, misalnya di daerah kehutanan, warga lokal pasti sangat dengan mudah membedakan suatu tanaman atau pohon yang hampir memiliki kesamaan tanpa perlu mengetahui lokasi wilayah tersebut contohnya pohon yang mirip seperti pohon kelengkeng dengan pohon rambutan, kalau dilihat sekilas kedua pohon tersebut agak mirip padahal jenis pohon dan buahnya berbeda. Berbeda dengan kenampakan dari atas atau citra satelit, akan sulit membedakan suatu objek yang memiliki kemiripan dengan suatu objek lain jika tidak memiliki local knowledge tadi. Kita harus dapat menghubungkan pengaruh letak strategis suatu wilayah dengan objek yang dihasilkan.
Contoh kasusnya, ketika kita menggunakan citra dengan resolusi menengah sampai yang tinggi :
– Kita pergi ke arah daerah pesisir pantai, misalnya di daerah pesisir sulawesi selatan, objek dengan daun berbentuk bintang, kemudian tersusun rapi, maka kita dapat mengambil kesimpulan kalau itu adalah objek pohon kelapa. Kenapa? Karena mempertimbangkan letak strategis nya yang berada di pesisir pantai.
-Lalu kita pergi ke daerah pedalaman di Aceh, seperti Aceh Tamiang dan Aceh Timur atau di daerah pedalaman Kalimantan. Terdapat objek dengan daun yang berbentuk pola bintang juga yang tersusun rapi dan memiliki kaal di setiap luasan, maka dapat disimpulkan bahwa itu adalah objek pohon Sawit.
-Yang terakhir, kita pindah ke daerah Sumatera, Jawa atau Bali, yang beriklim hangat dan lembab mulai dari 27.5°C di dataran rendah, dan 20 °C di atas ketinggian 1000 mdpl. Pola pohon yang sama dengan kedua pohon tadi, namun sudah pasti bukan kelapa, dan juga pertimbangan untuk sawit, kita lihat dahulu vegetasi dan kondisi lingkungan di sekitarnya, jika tanaman lain subur dan sungai tidak keruh, maka pola seperti itu merupakan objek pohon pisang.
Hal seperti inilah yang dikenal sebagai Local Knowledge. Bagaimana cara kita melakukan pendekatan untuk mengidentifikasi suatu objek berdasarkan letak dan kondisi suatu wilayah. Hal lain juga dapat terjadi pada daerah pemukiman, seperti menginterpretasi Ruang Terbuka Hijau, mana yang dikatakan pekarangan rumah, pekarangan kantor, dapat kita lihat dari bangunan yang tersebar di sekitarnya, karena untuk mengetahui objek apakah itu pekarangan rumah ataupun pekarangan kantor, bukan pekarangannya itu yang kita identifikasi, melainkan kondisi bangunannya, apakah dia termasuk rumah tempat huni atau perkantoran.
4 Comments
Pingback:
Pingback:
Pingback:
Pingback: