Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Daerah Sungai
1. SUMBER DAYA ALAM
Sumber daya alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya hayati dan non hayati yang secara keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem (UU No. 32 Tahun 2009). Sumberdaya alam merupakan salah satu unsur dari lingkungan hidup yang terbentuk karena kekuatan alamiah. Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 menyebutkan bahwa sumber daya adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumberdaya manusia, sumberdaya alam hayati, sumberdaya alam non hayati dan sumberdaya buatan.
Berdasarkan penggunaannya sumberdaya alam dapat dikelompokkan: (1) sumberdaya alam penghasil energi seperti: air, matahari, arus laut; (2) sumberdaya alam penghasil bahan baku seperti: mineral, gas bumi, biotis dan lain-lain; (3) sumberdaya alam lingkungan hidup seperti udara dan ruangan, perairan, lansekap dan sebagainya. Berdasarkan definisi tersebut maka dapat diartikan bahwa pemanfaatan sumberdaya tertentu akan mempengaruhi keseimbangan ekosistem.
Salah satu sumberdaya alam yaitu sumberdaya sungai atau air yang memiliki nilai sangat penting karena tersedianya berfluktuasi. Kegiatan eksploitasi sumber daya alam, tidak lepas dari pemanfaatan kondisi dan potensi DAS yang sangat beragam antara satu dengan yang lain yaitu Air.
2. DAERAH ALIRAN SUNGAI
Keputusan Menteri Kehutanan nomor 52 tahun 2001, tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan DAS, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai suatu daerah tertentu yang bentuk dan sifat alamnya sedemikian rupa, sehingga merupakan kesatuan sungai dan anak-anak sungainya yang melalui daerah tersebut dalam fungsi untuk menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya dan kemudian mengalirkan melalui sungai utama (single outlet). Satu DAS dipisahkan dari wilayah lain disekitarnya (DAS-DAS lain) oleh pemisah alam topografi seperti punggung bukit dan pengunungan. Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama.
Daerah Aliran Sungai merupakan suatu ekosistem. Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponen-komponen yang saling berintegrasi sehingga membentuk suatu kesatuan. Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009, ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan yang menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas dan produktivitas lingkungan hidup. Ekosistem DAS merupakan kesatuan yang terdiri dari kondisi fisik, biologis, dan manusia dimana satu dengan yang lain saling berkaitan erat membentuk keseimbangan. Untuk menjaga keseimbangan ekosistem agar dapat menopang kehidupan manusia terus-menerus, perlu adanya pengelolaan sumber daya alam untuk memelihara dan melindungi keadaan DAS sehingga dapat menghasilkan air untuk berbagai kepentingan. Dengan tercapainya tujuan pengelolaan DAS, maka diharapkan tercipta tata air yang baik dan optimum ditinjau dari segi kualitas, kuantitas dan waktu.
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan ekosistem yang didalamnya terjadi interaksi antara faktor–faktor fisik yang berupa tanah atau iklim (Sosrodarsono dan Takeda, 1987). Sebagai satuan hidrologis, DAS yang dibatasi oleh garis-garis topografi tertinggi, dimana semua masukan air yang jatuh dialirkan melalui anak-anak sungai (Sub DAS) yang mengalir ketitik-titik terendah dihilir sungai (muara) sebagai titik keluaran. DAS mempunyai karakteristik sendiri dalam menerima atau meresapkan air dan mengalirkannya. Dalam hubungan ini, setiap DAS memiliki kemampuan tata air yang disebut respon hidrologi yaitu perbandingan besarnya aliran permukaan terhadap besarnya curah hujan yang jatuh pada DAS dalam periode tertentu.
Ketersediaan sumber air pada suatu daerah sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor iklim, geologi, bentuk wilayah tanah dan tutupan lahan (Kodoatie, 2005). Dengan mengetahui daya dukung air maka dapat diketahui suatu wilayah dalam keadaaan surplus (ketersediaan air mencukupi) atau defisit (tidak memenuhi kebutuhan air) Untuk memenuhi kebutuhan air, fungsi lingkungan yang terkait dengan sistem tata air harus dilestarikan. (Kementrian Lingkungan Hidup, 2009).
2.1 Fungsi DAS
Sebagai suatu kesatuan tata air, DAS dipengaruhi kondisi bagian hulu khususnya kondisi biofisik daerah tangkapan dan daerah resapan air yang di banyak tempat sangat rawan terhadap ancaman gangguan manusia. Kelestarian DAS ditentukan oleh pola perilaku, keadaan sosial ekonomi dan tingkat pengelolaan yang sangat erat kaitannya dengan pengaturan kelembagaan (institutional arrangement).
Peran strategis DAS sebagai unit pengelolaan sumberdaya semakin nyata pada saat DAS tidak dapat berfungsi optimal sebagai media pengatur tata air dan penjamin kualitas air yang dicerminkan dengan terjadinya banjir, kekeringan dan tingkat sedimentasi yang tinggi. Kemampuan menyimpan ini sangat bergantung pada kondisi permukaan lahan seperti kondisi vegetasi, tanah, dan lain-lain (Asdak, 2002). Berikut fungsi penting yang terdapat pada DAS :
- Mampu memberikan produktivitas lahan yang tinggi. Setiap bidang lahan harus memberikan produktivitas yang cukup tinggi sehingga dapat mendukung kehidupan yang layak bagi petani yang mengusahakannnya.
- Mampu mewujudkan pemerataan produktivitas di seluruh DAS.
- Dapat menjamin kelestarian sumber daya air.
2.2 Permasalahan pada DAS
Kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan pada umumnya karena diakibatkan ulah manusia yang dalam pemanfaatan sumberdaya alam tersebut tidak dilakukan secara arief dengan mendasarkan kaedah konservasi sumberdaya alam.
Meningkatnya kebutuhan dan intervensi manusia dalam pemanfaatan sumber daya dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) membuat makin banyaknya DAS yang rusak. Meskipun kegiatan konservasi tanah dan air dalam pengelolaan DAS telah dilakukan sejak tahun 1970-an, namun kerusakan DAS tetap meningkat. Kurang tepatnya perencanaan dapat menimbulkan adanya degradasi DAS yang mengakibatkan lahan menjadi gundul, tanah/lahan menjadi kritis dan erosi pada lereng-lereng curam. Perkembangan pembangunan di bidang pemukiman, pertanian, perkebunan, industri, eksploitasi sumber daya alam berupa penambangan, dan ekploitasi hutan menyebabkan penurunan kondisi hidrologis suatu daerah aliran sungai (DAS).
Salah satu indikator dominan yang menyebabkan terganggunya fungsi hidrologi DAS adalah terbentuknya lahan kritis. Kondisi kuantitas dan kualitas air sangat berkaitan dengan kondisi tutupan vegetasi lahan di DAS. Bila tutupan vegetasi lahan DAS berkurang dapat dipastikan perubahan kuantitas dan kualitas air akan terjadi. Di samping dipengaruhi oleh tutupan vegetasi, juga dipengaruhi oleh buangan domestik, buangan industri, pengolahan lahan, pola tanam, dan lain-lain. Indikator ini mengisyaratkan kemampuan lahan untuk menyimpan air. Bila kemampuan menyimpan air dari suatu daerah masih bagus maka fluktuasi debit air pada musim hujan dan kemarau adalah kecil.
Degradasi dan perubahan tata guna lahan yang terjadi di DAS sangat beragam, diantaranya adalah penurunan kerapatan dan jenis vegetasi, perubahan tipe vegetasi, perubahan lahan budidaya. Penurunan jenis vegetasi terasa pada lahan yang ditumbuhi tanaman pinus, lamtoro, grupel, jeumpa, jati dan meranti. Kerusakan yang dilakukan oleh masyarakat atau penduduk yang ingin menambah penghasilannya sangat terbatas. Kerusakan juga dilakukan oleh sebagian kecil masyarakat yang berkeinginan untuk memperoleh lahan atau menguasai tanah Negara (hutan lindung) akibat keinginan distribusi, alokasi dan kepemilikan lahan. Kerusakan yang sangat parah dilakukan oleh penguasa atau pemodal kuat yang dilakukan secara besar-besaran. Sehingga menghasilkan permukaan lahan yang ditinggal begitu saja dan kadang-kadang menimbulkan karakteristik lahan yang tidak dapat menyerap air (impermeable). Kondisi tersebut akan dapat memberi dampak yang paling merusak terhadap siklus air, produksi air dalam jangka panjang sehingga memicu terjadinya krisis air.
Adanya perubahan penggunaan lahan, akan meningkatkan aliran permukaan, dan kondisi ini akan menyebabkan penurunan recharge air tanah. Di sisi lain, terjadinya peningkatan jumlah penduduk yang pesat akan menambah luas pemukiman dan areal budidaya pertanian. Kondisi demikian akan menyebabkan semakin besarnya aliran permukaan. Pengaruh negatif lain yang terjadi adalah peningkatan laju sedimentasi DAS yang melebihi batas ambang (tolerable soil loss).
Adanya alih fungsi lahan dari hutan menjadi areal pertanian dan areal pertanian menjadi non pertanian tentunya akan mempengaruhi karakteristik hidrologis DAS dan akan menyebabkan terjadinya peningkatan erosi permukaan pada tahap awalnya. Selanjutnya tanah yang tererosi tersebut akan terbawa ke sungai dan yang menyebabkan laju sedimentasi DAS meningkat.
3. PENGELOLAAN DAS
Keberlanjutan pemanfaatan dan pencagaran sumber daya alam merupakan suatu proses perubahan di mana terdapat kesinambungan pemanfaatan dan pencagaran sumber daya alam, arah investasi pemanfaatan sumber daya alam dan perubahan kelembagaan yang berkaitan dengan pemanfaatan dan perlindungan sumber daya alam konsisten dengan sasaran saat ini dan di masa datang (Asdak, 2007).
Pengelolaan sumberdaya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumberdaya air, pendayagunaan sumberdaya air, dan pengendalian daya rusak air. Adapun visi dan misi pengelolaan sumberdaya air adalah mewujudkan kemanfaatan sumberdaya air bagi kesejahteraan seluruh rakyat dan konservasi sumberdaya air yang adil untuk berbagai kebutuhan masyarakat. Salah satu tujuan pengelolaan sumberdaya air adalah mendukung pembangunan regional dan nasional yang berkelanjutan dengan mewujudkan keberlanjutan sumberdaya air (Sunaryo, 2004).
Pengelolaan Daerah aliran Sungai (DAS) diharapkan dapat memberikan kerangka kerja ke arah tercapainya pembangunan yang berkelanjutan. Pengelolaan DAS merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui yaitu tumbuhan, tanah dan air agar dapat memberikan manfaat maksimal dan berkesinambungan. Pengelolaan DAS merupakan upaya manusia dalam mengendalikan hubungan timbal balik antara sumber daya alam dan manusia dengan segala aktifitasnya di dalam DAS. Tujuan pengelolaan DAS adalah untuk membina kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam bagi manusia secara berkelanjutan.
Untuk tercapainya pembangunan DAS yang berkelanjutan, maka harus tercipta keselarasan antara kegiatan pembangunan ekonomi dan perlindungan lingkungan. Dalam hal ini membutuhkan penyatuan kedua sisi pandang tersebut secara realistis melalui penyesuaian kegiatan pengelolaan DAS dan konservasi daerah hulu ke dalam bidang ekonomi dan sosial. Apabila tujuan pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan ingin diwujudkan, maka formulasi kebijakan tersebut harus dituntaskan.
Perencanaan Pengelolaan DAS yang baik dilakukan dengan cara pendekatan secara menyeluruh. Pendekatan tersebut dilakukan sebagai bahan pertimbangan terhadap terganggunya salah satu komponen pada sistem alam yang dapat berpengaruh pada komponen lain dari sistem tersebut. Pendekatan menyeluruh ini pada hakekatnya suatu kajian terpadu terhadap semua aspek sumber daya dalam suatu DAS dengan mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan, social, politik dan ekonomi. Ekosistem DAS dapat dimanfaatkan dalam melakukan suatu perencanaan dan pengendalian pengelolaan DAS sebagai suatu unit perencanaan dan evaluasi yang sistematis, logis dan rasional, sehingga para stakeholder bisa memanfaatkannya secara multiguna.
Prinsip yang berlaku secara umum mensyaratkan bahwa perencanaan yang disiapkan secara sistematis, logis dan rasional seharusnya mengarah pada bentuk pengelolaan yang bijaksana dan implementasi yang efektif.
Dalam merencanakan suatu pengelolaan DAS harus tetap memperhatikan karakteristik dari DAS bersangkutan. Hal ini disebabkan setiap DAS mempunyai karakteristik masing-masing yang mempengaruhi proses pengaliran air didalamnya sampai keluar di muara dan masuk ke laut atau danau. Karakteristik DAS ini ditentukan oleh factor lahan (topografi, tanah, geologi, geomorphologi) dan faktor vegetasi, tata guna lahan dan factor social masyarakat sekitarnya . Tiap daerah memiliki karakteristik DAS yang berbeda sehingga suatu kebijakan dalam suatu wilayah pengelolaan DAS bisa berbeda dengan wilayah pengelolaan DAS lainnya. Dan tidak kalah pentingnya masukan dan informasi masyarakat pada tingkat local dalam proses penyusunan rencana sangat diharapkan bagi lahirnya kebijakan pengelolaan DAS.
Pengelolaan DAS tidak dapat hanya didasarkan pada keterkaitan fisik semata. Sebab rencana pengelolaan DAS yang benar mengharuskan adanya keterkaitan antar unsur social/ekonomi/budaya dengan unsur-unsur yang berkaitan dengan ekosistem dan teknologi lainnya yang telibat dalam pengelolaan. Maka perencanaan pengelolaan DAS dikerjakan oleh suatu tim yang terdiri atas berbagai bidang ilmu yang ada kaitannya dengan aspek sumber daya termasuk sumber daya manusia.
Pada dasarnya pengelolaan DAS adalah rasionalisasi alokasi sumber daya alam dan manusia termasuk pencagaran sumber daya yang dikelola sehingga selain dapat diperoleh manfaat yang optimal juga dapat dijamin keberlanjutannya. Oleh karena itu, para perencana pengelolaan DAS diharapkan mempunyai pemahaman yang cukup tentang mekanisme dan proses-proses keterkaitan bio fisik dan kelembagaan yang berlangsung di daerah-daerah hulu, tengah dan hilir suatu DAS. Dengan kata lain, pengelolaan DAS perlu mempertimbangkan aspek-aspek social,ekonomi,kelembagaan dan sumber daya yang beroperasi di dalam dan diluar daerah aliran sungai bersangkutan. Keberhasilan pengelolaan DAS erat kaitannya dengan terpenuhinya persyaratan-persyaratan yang diperlukan dalam perencanaan pengelolaan DAS.
Strategi mengatasi masalah ini perlu diterapkan cara pengelolaan sumber air secara megapolitan atau megapolitan water resources management, yaitu Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terpadu. Pengelolaan terpadu pada dasarnya merupakan pengembangan keserasian tujuan antar berbagai sistem pengelolaan sumberdaya alam bilamana suatu obyek dikelola oleh banyak pengelola sesuai dengan keterkaitan dan kepentingannya terhadap obyek yang dikelola itu.
Tata Ruang
- Pengelolaan Secara Terpadu
Kerjasama Antar Daerah dan Informasi Yang Akurat
- Penegakan Hukum
- Faktor Kelembagaan
- Pembentukan Organisasi Pengelolaan DAS
Perbaikan Fungsi Lingkungan
- Penggunaan Lahan Secara Bijak
- Upaya-upaya Penanggulangan Lahan Kritis
3.1 Pengelolaan Secara Terpadu
Pengelolaan DAS terpadu adalah upaya terpadu dalam pengelolaan sumberdaya alam, meliputi tindakan pemanfaatan, penataan, pemeliharaan, pengawasan, pengendalian, pemulihan dan pengembangan DAS berazaskan pelestarian kemampuan lingkungan yang serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat sehingga cara ini tidak dapat dilakukan oleh satu Pemerintah Daerah saja. (Sudaryono, 2002)
Alternatif dalam permasalahan ini melalui pengelolaan DAS terpadu yaitu dengan Penataan Ruang. Strategi penataan ruang dilakukan dengan menjaga keseimbangan penataan ruang di hulu dan hilir. Bilamana karena pertumbuhan penduduk meningkat terjadi peningkatan infrastruktur, sehingga kebutuhan untuk lahan juga meningkat. Upaya yang dapat dilakukan yaitu mempertahankan daerah yang lebih tinggi sebagai kawasan hijau terbuka ketika daerah bawah (hilir) sudah padat. Oleh karena itu, perlu dibuat kebijakan mempertahankan kawasan hijau terbuka di daerah dengan ketinggian yang cukup besar (Robert, 2005).
Pada prinsipnya, kebijakan pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) secara terpadu merupakan hal yang sangat penting dalam rangka mengurangi dan menghadapi permasalahan sumberdaya air baik dari segi kualitas dan kuantitasnya. Kebijakan ini oleh karenanya merupakan bagian terintegrasi dari kebijakan lingkungan yang didasarkan pada data akademis maupun teknis, beragamnya kondisi lingkungan pada beberapa daerah dan perkembangan ekonomi dan sosial sebagai sebagai suatu keseluruhan dimana perkembangan daerah. Dengan beragamnya kondisi, maka beragam dan spesifik juga solusinya. Keberagaman ini harus diperhitungkan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan untuk memastikan perlindungan dan penggunaan DAS secara berkelanjutan ada dalam suatu rangkaian kerangka kerja.
Dalam upaya menciptakan pendekatan pengelolaan DAS secara terpadu, diperlukan perencanaan secara terpadu, menyeluruh, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dengan mempertimbangkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan. Sehingga setiap pelaksanaan kegiatan yang bermaksud mengurangi tutupan lahan pada suatu tempat maka harus diiringi dengan usaha konservasi. Indikator ini dapat dilihat dari besarnya air limpasan permukaan maupun debit air sungai.
Menurut Anshori (2004), keterpaduan pengelolaan SDA mencakup dua komponen besar yaitu sistem alami dan non alami. Keterpaduan pada komponen pengelolaan sistem alami, mencakup :
- Kawasan hulu dengan kawasan hilir.
- Kuantitas air dengan kualitas air.
- Air hujan dengan air permukaan, dan air bawah tanah.
- Penggunaan lahan (land use) dengan pendayagunaan air (water use).
Sedangkan keterpaduan pada komponen pengelolaan sistem non alami, sekurang-kurangnya mencakup:
- Keterpaduan antar sektor yang terkait dalam perumusan kebijakan, dan program di tingkat pusat dan daerah. Keterpaduan dalam aspek ini diperlukan untuk menyelaraskan kebijakan pembangunan ekonomi dengan kebijakan pembangunan sosial serta lingkungan hidup.
- Keterpaduan semua pihak yang terkait (stakeholder) dalam perencanaan dan pengambilan keputusan guna menjaga keseimbangan dan keberlanjutan pendayagunaan air.
- Keterpaduan antar wilayah administrasi baik secara horisontal maupun vertikal.
Pengelolaan DAS perlu menganut prinsip keterpaduan “satu sistem perencanaan dalam satu Daerah Aliran Sungai” (one river one plan one management). Artinya, perencanaan DAS tidak dapat dilakukan melalui pendekatan sektoral saja, melainkan perlu adanya keterkaitan antar sektor yang mewakili masing-masing sub DAS, dari sub-DAS hulu hingga ke hilir yang menjadi fokus perhatian (Damayanti, 2010).
3.2 Penegakan Hukum
Menurut Robert (2005) bahwa penegakan hukum perlu terus dilakukan dengan berbagai cara dan upaya, antara lain dapat berupa :
- Sosialisasi peraturan yang berkaitan dengan sumber daya air kepada semua
- Hal-hal substansi tentang aturan dan sanksinya perlu disosialisasikan lebih detail. Misalkan dengan cara pemasangan papan aturan dan sanksi di tempat-tempat strategis.
- Perlu shock therapy yaitu misalnya menerapkan sanksi, denda, atau hukuman maksimal dari aturan yang ada agar stakeholders menjadi jera dan mau mentaati aturan yang berlaku.
- Perlu lembaga pengawasan yang melekat pada instansi. Lembaga ini berfungsi mengawasi pengelolaan sumber daya air baik internal maupun eksternal.
- Diperlukan kolaborasi yang baik antara institusi.
- Implementasi penegakan hukum dilakukan dengan cara bertahap.
Pelanggaran hukum menjadi lebih kompleks bila terjadi perubahan tata guna lahan yang tidak terkendali yang mengakibatkan dampak tidak langsung terhadap daya dukung lingkungan sumber daya air. Sebagai contoh di hulu daerah aliran sungai yang memiliki pesona pemandangan yang indah bangunan-bangunan permanen baik rumah, perumahan (rilestat), hotel, restoran dan lain-lain, tumbuh subur dan tidak terkendali. Secara teknis diketahui bahwa perubahan lahan menjadi bangunan permanen akan mengakibatkan aliran permukaan (run off) meningkat dan pengurangan resapan air ke dalam tanah. Akibatnya secara cepat dapat dirasakan bahwa banjir di wilayah hilir menjadi lebih besar dan berkurangnya cadangan air di dalam tanah.
3.3 Faktor Kelembagaan
Dalam prinsip pengelolaan DAS, faktor kelembagaan merupakan suatu hal yang penting untuk keberhasilan pengelolaan DAS yang berkelanjutan. Partisipasi masyarakat dalam bentuk keterlibatannya sangat diperlukan untuk mencari solusi dari permasalahan untuk lebih baik Dengan membuka lebih banyak kesempatan bagi masyarakat untuk berkontribusi dalam menjaga kerusakan lingkungan maka implimentasi perencanaan berjalan lebih efektif, efisien dan berkelanjutan. Dengan adanya keterbukaan dalam program pemerintah, maka akuntabilitas pemerintah dapat dinilai sejauh mana masyarakat dan pihak terkait dalam pembangunan (Arc Wasir, et al, 1999). Tingkat partisipasi masyarakat dalam pengalaman masa lalu dan kearifan lokal akan memberikan pemahaman mendalam demi terwujudnya pengelolaan sumber daya air.
Hutan yang sudah berubah fungsinya tidak mudah menumbuhkan kembali. Permukaan tanah yang telah mengalami gundul dan gersang pada musim kemarau membuat unsur hara tanah akan berkurang, sehingga sulit untuk ditanami kembali. Sebenarnya menjaga hutan berarti menghemat biaya dalam pembangunan dibandingkan dengan rehabilitasi hutan yang memerlukan biaya tinggi dan hasilnya tidak memuaskan. Masyarakat diberikan pengertian terhadap hal tersebut, namun tetap menunggu kegiatan pemerintah yang berkaitan dengan pelestarian hutan.
Dengan adanya partisipasi masyarakat berarti akan memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap dari masyarakat setempat sehingga masyarakat akan lebih mempercayai kegiatan atau program pemerintah jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaan, karena masyarakat akan lebih mengetahui seluk beluk kegiatan dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap kegiatan.
3.4 Pembentukan Organisasi Pengelolaan DAS
Kegiatan Pengelolaan DAS dilaksanakan berdasarkan Rencana Pengelolaan DAS yang telah ditetapkan dan menjadi acuan rencana pembangunan sektor dan rencana pembangunan wilayah administrasi. Peran serta pemberdayaan masyarakat,perlu dilakukan (baik perorangan maupun melalui forum koordinasi pengelolaan DAS) dengan tujuan meningkatkan kapasitas dan kapabilitas, kepedulian dan peran serta masyarakat dalam pengelolaan DAS.
Sudaryono (2002) menyebutkan, pengelolaan DAS perlu melibatkan peran aktif manusia, sehingga tercapai manfaat yang maksimal dan berkesinambungan. Oleh, karena itu sasaran pembinaan aktivitas manusia dalam pemanfaatan sumberdaya alam mencakup :
- penyuluhan/pendidikan dan pembinaan untuk meningkatkan persepsi dan kemampuan mengelola lingkungan;
- mengurangi laju pertumbuhan dan kepadatan penduduk;
- meningkatkan pendapatan penduduk dan menciptakan lapangan kerja di luar sektor pertanian;
- meningkatkan kesehatan masyarakat melalui peningkatan gizi dan prasarana kesehatan;
- mengembangkan lembaga-lembaga swadaya masyarakat.
Pengorganisasian dalam sistem DAS harus teratur. Pengorganisasian merupakan pengaturan dalam pembagian kerja, tugas, hak, dan kewajiban sehingga petugas dalam organisasi yang menangani DAS harus mampu mejalankan amanahnya sesuai dengan pendidikan dan keahlian serta keterampilannya dalam mengelola DAS. Selain itu diperlukan suatu koordinasi yang aktif guna menunjang kinerja dalam menciptakan kerja sama yang baik antara pemerintah dengan sektor lingkungan serta masyarakat demi mewujukannya kondisi keseimbangan yang harmoni antara hak dan kewajiban dari SDM atau petugas DAS.
3.5 Penggunaan Lahan Secara Bijak
Pengelolaan DAS pada prinsipnya adalah pengaturan tata guna lahan atau optimalisasi penggunaan lahan untuk berbagai kepentingan secara rasional serta praktek lainnya yang ramah lingkungan sehingga dapat dinilai dengan indikator kunci (ultimate indicator) kuantitas, kualitas dan kontinuitas aliran sungai pada titik pengeluaran (outlet) DAS (Departemen Kehutanan RI, 2008).
Berbagai persoalan tentang sumberdaya air yang berkaitan dengan kuantitas dan kualitasnya menyadarkan semua pihak bahwa persoalan air perlu dilakukan dengan tindakan yang tepat sehingga menghasilkan solusi yang optimal. Proses interaksi antara aktivitas manusia dan alam dalam jangka panjang akan membentuk suatu pola penggunaan lahan disuatu daerah. Perubahan tata guna lahan akan memberikan pengaruh pada kondisi ekologi, spasial, karakteristik sosial, ekonomi dan masalah lingkungan di Daerah Aliran Sungai (DAS).
Tata guna lahan merupakan suatu sistem yang kompleks yang ditentukan oleh interaksi ruang dan waktu dari faktor biofisik dan faktor manusia (Lambin, 2001). Penggunaan lahan yang tidak cocok dengan pengembangan dan perencanaan yang tidak berkelanjutan akan memberi efek terhadap lingkungan serta manusia (Bhatta B, 2010). Pola penggunaan lahan adalah hasil jangka panjang interaksi antara aktivitas manusia dan alam yang mengungkapkan kondisi ekologi, spasial variabilitas karakteristik dan masalah lingkungan di Daerah Aliran Sungai (DAS) (He, 2009). Perubahan yang terjadi tanpa perencanaan tidak hanya mempengaruhi proses fisik, kimia, dan biologi secara langsung, tetapi juga sangat penting untuk keselamatan seluruh ekosistem. Pengelolaan DAS berupaya untuk mengelola kondisi biofisik permukaan bumi sedemikian rupa sehingga mampu menjamin distribusi air yang merata sepanjang tahun dengan hasil air (water yield, total streamflow) secara maksimum, serta mempunyai regime aliran (flow regime) yang optimum (Haan et al, 1994; Chow et al, 1988).
3.6 Usaha-usaha Penanggulangan Lahan Kritis
Supaya lahan kritis ini menjadi produktif kembali khususnya bagi pengusahaan pertanian, maka diperlukan upaya-upaya penanggulangan yang baik. Beberapa usaha mengendalikan lahan kritis atau mengembalikan fungsi lahan pada keadaan semula di antaranya:
1.Penghijauan dan Penghutanan Kembali (Reboisasi)
Penghiajuan adalah usaha pembentukan tanaman di atas tanah-tanah gundul dan kritis di luar kawasan hutan, guna menahan air dan mencegah erosi. Penghijauan juga bisa diartikan sebagai kegiatan tanam-tanaman dalam kawasan di luar hutan baik tanah negara maupun tanah petani dan sebagainya. Kegiatan ini bertujuan untuk membangun kembali atau meperbaiki daya guna pemanfaatan sumber kekayaan tanah dan air di dalam maupun di luar kawasan hutan. Apabila dilakukan dengan baik, usaha penghijauan dan penghutanan kembali ini cukup efektif untuk mengurangi kerusakan pada tanah.
2. Konservasi Tanah
Konservasi mengandung pengertian adanya unsur pelestarian, pengawetan sesuatu yang masih ada. Salah satu upaya konservasi adalah dengan melakukan pengolahan tanah yang baik. Upaya penanggulangan lahan kritis merupakan satu kesatuan antara faktor fisis dan faktor sosial.
Kita menyadari bahwa sulit untuk mengendalikan dan menanggulangi kerusakan tanah yang pada akhirnya menimbulkan lahan kritis. Apabila tanah kritis ini diupayakan, bisa ditanggulangi dengan cara konservasi tanah. (Purwowidodo, 1982). Berdasarkan hal tersebut maka ada tiga cara pendekatan dalam menanggulangi tanah kritis, yaitu:
- Memperbaiki dan menjaga keadaan tanah agar tahan terhadap penghancuran agregasi tanah dan pengangkutan serta meningkatkan daya serap air di permukaan tanah.
- Menutup permukaan tanah, baik dengan tumbuhan atau sisa tumbuhan agar terlindung dari daya perusak butir hujan yang jatuh.
- Mengatur aliran permukaan sehingga dapat mengalir dengan kekuatan yang tidak merusak (Purwowidodo, 1982).
Dengan melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap perubahan tipe penutupan lahan serta mempelajari karakteristik debit serta dampak yang ditimbulkannya terhadap neraca air maka masalah kerusakan DAS dapat dideteksi dan diantisipasi secara dini.
DAFTAR PUSTAKA
Ach Wasir Ws, et.al. 1999. Panduan Penguatan Management Lembaga Swadaya Masyarakat, secretariat Bina Desa dengan dukungan AusaAID melalui Indonesia HIV/AIDS and STD Prevention and Care Project, Jakarta
Anshori, Imam. 2004. Kebijakan Pengelolaan SDA di Indonesia, ISBN-979-98014-4-3. [Serial Online].http://dsdan.go.id. [Diakses Pada Tanggal 7 Oktober 2013]
Bhatta. B. 2010. Analysis of urban growth and sprawl from remote sensing , advances in Geographic Information Science, DOI 10.1007/ 978-3-64205299-6-3, Springer Ver-lag Berlin Heidelberg, pp 37-38.
Haan, C. T., B. J. Barfield dan J. C. Hayes. 1994. Design Hydrology and Sedimentology for Small Catchments. Academic Press.
Lambin, E.F Turner dan B.L Geist H.J. 2001. The causes of land use and land cover change: moving beyond the myths, Global Environmental Change,11:261269.
Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 1970 tentang Perencanaan Hutan
Sudaryono. 2002. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Das) Terpadu, Konsep Pembangunan Berkelanjutan. [Serial Online].http://ejurnal.bppt.go.id [Diakses Pada Tanggal 6 Oktober 2013]
Sukardi,S. 2011. Konsep Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Dalam Pengelolaan SDA yang Berkelanjutan. Sumatra Utara : Balai Pengelolaan DAS
Sunaryo, D.Suharjito dan M Sirait. 2004. Model Pengelolaan Kawasan Permukiman Berkelanjutan Di. Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung Hulu Kabupaten Bogor World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia Regional Office