
KEKUASAAN ATAU PENGARUH ?
Leadership is influence … Nothing more, nothing less.” – John C. Maxwell –
Apa yang membuat orang lain patuh kepada Anda? Pertanyaan sederhana ini merupakan dasar dari prinsip-prinsip kepemimpinan (leadership). Banyak orang tidak menyadari mengapa orang lain mengikutinya atau sebaliknya, mengapa ia mengikuti orang lain. Para pemimpin, mulai dari pimpinan agama, adat, pejabat, pengusaha, cendekiawan sampai preman, semuanya memiliki pengikut. Pertanyaannya, mengapa para pengikut tersebut bersedia patuh terhadap para pemimpinnya?
Terdapat tiga motif mengapa seseorang mau menjadi pengikut bagi orang lain. Motif yang pertama adalah untuk mendapatkan rasa aman. Rasa aman tersebut diperoleh seorang pengikut karena sang pemimpin dinilai bisa memberikan perlindungan atau sebaliknya, bila tidak taat pada sang pemimpin, maka sang pemimpin tersebut justru yang akan mengancam dirinya. Motif yang ke-dua adalah untuk mendapatkan imbalan atau reward. Seorang pengikut patuh terhadap pemimipinnya karena sang pemimpin bisa memberikan imbalan (biasanya dalam bentuk materi) kepada pengikut tersebut. Motif yang ketiga adalah kepuasan intelektual,emosional atau spiritual. Dalam motif yang ketiga ini, seseorang mengikuti sang pemimpin karena sang pemimpin bisa memberikan ilmu pengetahuan yang bisa memuaskan hasrat intelektual dirinya, kegembiraan yang bisa memuaskan hasrat emosionalnya atau kedamaian yang bisa memenuhi hasrat spiritualnya. Ketiga motif para pengikut tersebut dipuaskan oleh sang pemimpin dengan menggunakan kekuasaan atau power. Dalam hal keamanan, para petugas keamanan dipatuhi karena diyakini orang yang mematuhinya akan amanaman saja. Demikian pula atasan di kantor dipatuhi karena kalau patuh maka tidak akan dimarahi. Dalam hal imbalan, para majikan dipatuhi karena bisa memberikan upah kepada para pekerja. Sama halnya para cendekiawan diikuti karena kekayaan ilmu pengetahuan yang dimilikinya dan para tokoh agama ditaati karena kebenaran yang diajarkannya
Kekuasaan, dalam arti positif, dibutuhkan untuk memuaskan motif orang-orang yang akan diarahkan untuk tujuan tertentu. Namun demikian, satu hal yang sering dilupakan para pemimpin, kekuasaan memiliki kadaluarsa. Dan pada saat kekuasaan kehilangan tuahnya, para pemimpin hanya bisa terkejut karena tiba-tiba saja para pengikutnya meninggalkan mereka. Mengapa kekuasaan bisa kehilangan tuahnya? Pada dasarnya, manusia, serendah apa pun kedudukannya di dalam piramida kekuasaan, tetap memiliki ego. Ego manusia adalah sesuatu yang terus menuntut untuk dipenuhi. Pada suatu saat, ketika motif aman atau reward terpenuhi,
maka ego seseorang bisa muncul kepermukaan dalam bentuk perasaan ingin dihargai. Ego tersebut membuat kekuasaan menjadi tidak lagi efektif untuk digunakan. Pada awalnya, ego masih bisa diarahkan dengan dosis kekuasaan yang lebih tinggi. Misal dalam kasus petugas keamanan, aturan diperketat dan hukuman diperberat atau dalam kasus majikan, upahnya ditingkatkan. Namun cara-cara seperti ini hanya bertahan sementara. Setelah itu, ego kembali mendorong ke permukaan. Untuk menghindari melemahnya kekuatan dari kekuasaan maka kekuasaan perlu ‘diisi ulang.’Caranya adalah dengan menggunakan pengaruh atau influence. Pengaruh adalah cara-cara praktis dan efektif yang digunakan agar orang lain mau melakukan apa yang kita inginkan berdasarkan keinginannya. Atau dalam bahasa yang lebih gamblang, pengaruh membuat orang lain jadi ingin mengikuti keinginan kita. Kalau bisa begini, asyik bukan? Tinggal bagaimana cara menggunakannya dengan tepat.
Karena ego merupakan factor yang sangat memengaruhi tindakan seseorang, maka ego merupakan kunci dalam mengarahkan orang tersebut. Ego manusia memang memiliki sifat yang aneh. Agar kita bisa memenangkan ego seseorang, maka kita harus membuat ego orang tersebut merasa menang. Agar kita bisa membuat seseorang mengikuti kemauan kita, maka kita harus membuat orang tersebut merasa sedang mengikuti kepentingannya. Jadi, kesimpulannya, kita menggunakan pengaruh untuk mengarahkan orang lain dengan cara membuat orang tersebut terpenuhi egonya. Tantangannya, pada saat kita berusaha memenuhi ego seseorang, pada saat itu pula kita merasa ego kita tidak terpenuhi kepentingannya. Di sinilah seninya.
Di tengah godaan ego kita, khususnya untuk menunjukkan superioritas atas orang yang sedang kita pengaruhi, kita harus selalu ingat pada tujuan kita semula. Tujuan kita dalam hal ini adalah membuat orang tersebut melakukan apa yang telah ditetapkan, biasanya sesuai tujuan organisasi (atau bisa saja sesuai tujuan kita). Sesungguhnya, tidak penting ego siapa yang lebih menang karena yang penting adalah tercapainya tujuan. Di sinilah pentingnya membuat orang lain merasa penting. Untuk lebih menjelaskan apa yang saya maksud, perkenankanlah saya menggunakan contoh dari pengalaman saya pribadi. Suatu ketika, saya ditugaskan untuk menawarkan sebuah program pengembangan karyawan. Menyadari bahwa program tersebut sangat baik dan diperlukan, maka saya dengan segenap kemampuan yang saya miliki, menjelaskan program tersebut kepada salah seorang division head. Dalam hal ini, saya menggunakan intellectual power yang saya miliki agar proposal saya diterima. Namun betapa terkejutnya saya, semua usaha saya ternyata dimentahkan dengan satu kalimat saja, ”Itukan menurut Anda.
Kami melihat masalah ini secara berbeda.” Saya tentu saja sangat terpukul dengan penolakan tersebut. Argumen-argumen yang saya kemukakan dimentahkan dengan mudah. Dan yang lebih parah lagi, karena saya menggunakan kekuasaan intelektual saya, maka division head tersebut pun menggunakan legitimate power-nya. Dengan segala otoritas yang ia miliki, ia segera memutuskan bahwa apa yang saya sampaikan tidak sesuai dengan kebutuhannya.
Belajar dari pengalaman tersebut, ketika saya diminta untuk mengajukan program yang sama kepada division head yang lain, saya berusaha mencari tahu terlebih dahulu situasi yang sedang dihadapi oleh divisi tersebut dan terutama aspek-aspek yang menjadi fokus perhatian pimpinannya. Demikian pula sebelum saya melakukan presentasi di hadapan division head tersebut saya terlebih dahulu melakukan bincang-bincang seputar hal-hal yang sedang beliau kerjakan. Tak lupa saya pun menyampaikan kekaguman saya terhadap perhatian dan upaya yang sedang beliau lakukan bersama timnya. Ketika saya dipersilahkan untuk mempresentasikan proposal saya, saya pun mengawali presentasi saya dengan kalimat berikut, ”Sebenarnya, tidak ada hal yang baru dari apa yang akan saya presentasikan. Saya justru terinspirasi dari apa yang telah dilakukan oleh Bapak dalam perbincangan kita tadi. Untuk itu, saya justru hendak meminta masukan dari Bapak mengenai usulan program yang akan saya presentasikan ini.” Sungguh luar biasa hasilnya. Alihalih mendapatkan kritikan dan penolakan, saya justru mendapatkan pujian besar. Sang division head serta merta menyambut proposal saya dan dia ia pun berkata, ”Ini yang saya inginkan dari dulu.” Lalu sambil menatap para stafnya dengan serius, beliau menambahkan, ”Tolong laksanakan program ini dengan segera. Semua pimpinan unit wajib mengikuti program ini dan pastikan dijalankan dengan sebaik-baiknya.” Dan demikianlah program tersebut diterima dan dijalankan dengan baik di divisi tersebut. Sebagai seorang pemimpin, baik di tingkat organisasi besar maupun kecil dan bahkan sampai ke tingkat keluarga, tentu Anda memiliki kekuasaan. Namun perlu selalu Anda ingat bahwa kekuasaan Anda akan terdegradasi dari waktu ke waktu. Alihalih menggunakan kekuasaan, maka cara yang lebih cerdik dan bijak adalah menggunakan pengaruh. Ingat, tujuan Anda bukanlah untuk menunjukkan siapa yang lebih kuat tapi untuk membuat orang tersebut melakukan apa yang menjadi tujuan Anda sesuai keinginannya.
TEXT BY : Jemy V Confido
Referensi :
LIONMAG NOVEMBER 2016

